Tidak sedikit Ibu hamil yang dibayang-bayangi oleh perasaan gelisah dan takut menjelang kelahiran buah hatinya. Tahukah Ibu, ketakutan ini akan menular pada janin sehingga membuatnya menjadi stres?
Proses melahirkan sering digambarkan sebagai perjuangan antara hidup dan mati. Tak heran bila banyak perempuan menganggap proses persalinan sebagai peristiwa menakutkan. Belum lagi dalam banyak tayangan TV atau film sering diperlihatkan adegan Ibu melahirkan yang tampak luar biasa menyakitkan, antara lain ditandai dengan sosok Ibu yang berteriak dan menangis kala melahirkan buah hatinya.
Bukan cuma itu. Ketika bertanya kepada mereka yang pernah melahirkan, rata-rata akan memberikan jawaban serupa: “melahirkan itu sakit, tidak enak, tidak nyaman, dan menyeramkan!” Bahkan, sebagian Ibu justru sengaja memilih melahirkan dengan cara operasi sesar demi menghindari segala “penderitaan” itu dan supaya tidak trauma dengan proses persalinan.
Ibu Hamil Mudah Terpengaruh
Ibu yang sedang hamil berada dalam kondisi emosi berbeda dari perempuan pada umumnya. Secara psikologis, emosi Ibu hamil lebih intens; bukan hanya disebabkan oleh fluktuasi hormon, tetapi juga karena adanya harapan, doa, dan ketakutan akan kondisi kehamilan serta proses persalinan. Maka itu, umumnya Ibu hamil lebih peka dalam menerima informasi, terutama berkaitan dengan kehamilannya.
Apalagi bila informasi itu disampaikan oleh figur yang dipercaya Ibu hamil, seperti pasangan, orangtua, sahabat, bidan, dan dokter. Informasi tersebut akan menjadi sugesti yang kemudian dipercaya oleh Ibu hamil, terutama bila disampaikan secara berulang-ulang.
Misal, seorang sahabat bercerita, ketika hendak melahirkan, dirinya harus menunggu dokter kandungan yang datang terlambat padahal pembukaannya sudah sempurna. Ia ingat betul betapa sakitnya harus menahan diri untuk mengejan selama hampir satu jam karena proses persalinan tidak boleh dilangsungkan sebelum dokter kandungan datang. Contoh lain, pengalaman seorang kerabat yang harus melahirkan anak kembar dalam kondisi prematur. Karena jantung salah satu bayi belum sempurna, akhirnya meninggal dunia tidak lama setelah dilahirkan.
Kisah-kisah seperti itu tak pelak mempengaruhi kondisi psikologis Ibu hamil dan menyebabkan perasaan takut menjelang persalinan. Di benak Ibu hamil pun terbentuk persepsi bahwa melahirkan itu pasti akan terasa menyakitkan, menyeramkan, dan penuh risiko. Padahal, pengalaman melahirkan setiap Ibu pasti berbeda dan tak mungkin sama. Namun, umumnya para Ibu hamil merasa takut akan terjadi apa-apa terhadap bayi maupun dirinya di tengah proses persalinan.
Selain itu, jika Ibu hamil takut, janin juga ikut takut. Bisa dibilang, rahim adalah “sekolahnya” janin. Apa pun yang dirasakan Ibu hamil turut dirasakan oleh janin. Bayangkan bila Ibu hamil merasa ketakutan dan stres setiap hari. Detak jantung semakin cepat, napas menjadi tidak teratur, suplai oksigen kurang, dan yang lebih parah adalah produksi hormon persalinan (oksitosin dan endorfin) akan berkurang, diganti oleh hormon stres (adrenalin dan katekolamin).
Tahukah Ibu, hormon-hormon tersebut juga mengalir ke plasenta dan disalurkan ke janin? Akibatnya bisa timbul berbagai resiko, seperti: janin stres, suplai oksigen dan nutrisi ke janin kurang, serta memicu persalinan prematur.
Nah, apakah Ibu juga mengalami perasaan takut bersalin normal?
Mari cari tahu apa yang dapat Ibu lakukan untuk mewujudkan persalinan yang nyaman dan berkesan positif.
Dukungan Ayah Untuk Menghadapi Perasaan Takut Menjelang Persalinan
Dalam menjalani proses persalinan, Ibu dan Ayah adalah satu tim. Bila Ibu diliputi kegelisahan, ketakutan, dan kepanikan, otomatis akan “menular” ke Ayah. Begitu juga sebaliknya. Oleh sebab itu, baik Ibu maupun Ayah agar sama-sama mempersiapkan diri dalam menghadapi persalinan. Peran Ayah dalam mendukung Ibu mengalami persalinan yang tenang dan nyaman, yaitu :
- Mampu bersikap tenang dan tidak panik.
- Mampu menguatkan Ibu, antara lain dengan mengulang-ulang berbagai kalimat positif mengenai persalinan.
- Memahami apa yang dapat dilakukan untuk menenangkan Ibu, terutama di saat persalinan. Misalnya, dengan ikut kelas hypnobirthing.
- Ikut serta dalam kelas birth partner sehingga Ayah memahami proses persalinan yang akan dilalui oleh Ibu.
- Mendampingi Ibu setiap kali melakukan pemeriksaan kandungan.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.