Dalam beberapa kasus, dokter akan melakukan pemeriksaan khusus untuk melihat kelainan yang mungkin terjadi pada janin. Salah satunya, pemeriksaan amniosintesis. Pemeriksaan amniosintesis adalah cara untuk mendeteksi kelainan kromosom pada janin.
Mendapati janin senantiasa dalam kondisi sehat pasti jadi dambaan semua Ibu hamil. Ada banyak cara yang bisa Ibu hamil lakukan untuk menjaga kesehatan sang buah hati, dari mengkonsumsi makanan bergizi, mengasup cairan yang cukup, rutin berolahraga, cek kehamilan rutin, hingga meminum vitamin khusus kehamilan yang diresepkan oleh dokter ahli kandungan.
Namun, adakalanya Ibu dan dokter memerlukan usaha lebih untuk mendapatkan informasi tentang kesehatan janin, yaitu dengan mengambil sedikit sampel air ketuban. Proses ini dikenal dengan nama Amniocentesis (amniosentesis), yakni sebuah tindakan medis untuk mendiagnosis lebih dalam tentang kesehatan janin dalam kandungan melalui pengambilan sampel cairan ketuban yang mengelilingi janin. Umumnya, prosedur ini dilakukan di awal trimester kedua, tepatnya pada usia kehamilan sekitar 15-18 minggu.
Air ketuban diambil menggunakan jarum suntik berlubang kecil yang dimasukkan melalui perut ke dalam Rahim. Tentu saja, dokter akan melakukan bius lokal sehingga tidak menimbulkan rasa sakit. Selama pemeriksaan pun, dokter akan senantiasa memantau kondisi janin melalui USG (ultrasonografi) sehingga tindakan ini tak akan menyakiti janin Ibu.
Tujuan utama dilakukan amniosentesis ialah mendeteksi ada tidaknya kelainan kromosom yang mungkin dialami oleh bayi. Kromosom membawa gen yang mewariskan beberapa karakter orangtua kepada anaknya. Normalnya, seseorang akan memiliki 46 kromosom yang diwariskan oleh kedua orangtua. Kelainan kromosom pada janin bisa timbul bila sang bayi mengalami kekurangan atau kelebihan kromosom. Beberapa kelainan kromosom atau kelainan bawaan yang sifatnya kromosomal, di antaranya : sindrom Down, sindrom Turner, dan sindrom Klinefelter.
Salah satu kelainan kromosom pada bayi yang paling sering terjadi adalah, sindrom Down. Gangguan genetika ini menyebabkan keterbelakangan mental, sehingga dalam pertumbuhannya, anak akan mengalami perbedaan kemampuan belajar maupun perbedaan fisik tertentu dengan anak-anak lain pada umumnya.
Selain untuk mendeteksi kelainan kromosom pada janin, amniosentesis juga dilakukan untuk mendeteksi beberapa kasus lain, seperti : kemungkinan infeksi, mengetahui jenis kelamin janin saat pemeriksaan dengan USG tak bisa mendeteksi, mengetahui kematangan paru, maupun mengurangi jumlah air ketuban pada kasus air ketuban berlebih.
Ibu Hamil Yang Berisiko Mempunyai Kelainan Kromosom Pada Janinnya
Tentu saja, tidak semua Ibu hamil perlu untuk menjalani proses amniosentesis. Namun, bila Ibu mendapati minimal satu dari beberapa riwayat ini, ada baiknya segera dibicarakan dengan dokter ahli kandungan :
- Ibu hamil dengan usia 35 tahun atau lebih. Pasalnya, bayi yang dilahirkan oleh perempuan usia di atas 35 tahun dinilai lebih berisiko mengalami kelainan kromosom.
- Pernah memiliki anak dengan sindrom Down atau kelainan kromosom lain sebelumnya. Sangat penting untuk membicarakan hal ini kepada dokter ahli kandungan guna mendeteksi kelainan yang mungkin terjadi pada anak kedua dan selanjutnya.
- Memiliki anggota keluarga dekat yang mengalami kelainan kromosom. Tidak ada salahnya bila Ibu dan Ayah merunut kembali anggota keluarga sejak kini.
- Ibu hamil maupun janin dengan kondisi kesehatan tertentu, sehingga dokter menyarankan untuk dilakukannya proses amniosentesis, seperti : infeksi, kasus ketuban berlebih, mengetahui kematangan paru, dan lainnya sesuai ajuan dokter.
Minimalkan Risiko Dengan Tepat
Komplikasi atau risiko dari tindakan amniosentesis bisa dibilang sangat minim jika dilakukan oleh tenaga medis yang kompeten dan dijalankan dengan hati-hati. Konsultasikan terlebih dahulu dengan dokter ahli kandungan sebelum menjalani tindakan ini, tentang apa saja keuntungan yang didapat, apakah sebanding dengan risiko yang mungkin timbul.
Beberapa risiko yang mungkin ditimbulkan oleh tindakan amniosentesis, antara lain : keguguran, terutama bila amniosentesis dilakukan pada usia kehamilan di bawah 15 minggu; trauma pada organ janin, apabila jarum suntik mengenai bagian tubuh janin; korioamnionitis atau infeksi selaput ketuban yang bisa berakhir dengan keguguran; serta kemungkinan terjadinya kelainan bentuk anggota gerak janin (talipes) walau sangat jarang terjadi.
Karena proses amniosentesis memiliki risiko, sebelum dilakukannya tindakan, rumah sakit biasanya meminta Ibu untuk melengkapi dan menandatangani dokumen yang berkaitan dengan tindakan, sehingga sebaiknya Ibu dan Ayah memahami isi ‘perjanjian’ yang tertera dalam dokumen tersebut.
Beberapa tahapan prosedur ini bisa menjadi acuan dalam mendapatkan proses yang aman.
- Dokter akan melakukan anestesi lokal di daerah tindakan, yaitu bagian perut Ibu.
- Dengan panduan USG, dokter akan mencari area yang aman, kemudian memasukkan jarum ke dalam perut Ibu menembus dinding perut, lalu dinding Rahim, dan akhirnya kantung amnion.
- Air ketuban pun diambil, kurang lebih sebanyak 20 cc. air ketuban lantas dibawa ke laboratorium untuk dianalisis. Lama hasil pemeriksaan bisa berbeda, bergantung pada prosedur rumah sakit, biasanya sekitar 2-4 minggu.
Selain mendiskusikan manfaat dan risiko, Ibu dan Ayah juga disarankan untuk memikirkan langkah-langkah selanjutnya ketika hasil dari amniosentesis sudah keluar. Ibu dan Ayah bisa terus mendiskusikannya dengan dokter ahli kandungan dan anggota keluarga sebelum dan setelah proses amniosentesis berlangsung.
Perawatan Pasca Tindakan
Ibu hamil yang menjalam\ni tindakan amniosentesis tidak memerlukan perawatan khusus seperti rawat inap ataupun konsumsi obat-obatan. Ibu hamil bisa menjalani aktivitas seperti sediakala beberapa jam setelah proses tersebut selesai. Namun, bila Ibu hamil mengalami satu atau lebih kondisi ini pasca dilakukannya tindakan, segera hubungi dokter tanpa menunda :
- Terjadi rembesan air ketuban dari vagina. Bila Ibu merasa miss V terus menerus lembab dan basah selain dari air kencing, kemungkinan besar telah terjadi kebocoran air ketuban.
- Area Rahim atau perut bagian bawah mengalami sakit yang tidak biasa.
- Terjadi flek atau perdarahan.
- Komplikasi kesehatan lain, seperti : demam, nyeri pada anggota tubuh, serta mengalami mual dan muntah yang sering.